Makalah ini membahas tentang musik Barok pada abad ke-17 dan ke-18. Pada masa itu, piano belum ditemukan dan komposisi dikarang untuk hapsicord. Musik Barok ditandai dengan tidak adanya iringan atau polifoni. Bentuk musik yang populer pada zaman Barok antara lain concerto grosso, fuga, opera, dan trio sonata.
Musik Barok adalah musik klasik Eropa yang berkembang antara tahun 1600-1750. Jenis musik ini ditandai oleh ekspresi emosi tunggal, pola ritme berulang, dan melodi tematik yang berkelanjutan. Alat musiknya meliputi organ, biola, dan harpsichord. Komponis terkemuka zaman Barok adalah Bach dan Handel.
PENGERTIAN MUSIK BAROK Musik Barok adalah musik klasik barat yang digubah pada Zaman Barok (Baroque), kira-kira antara tahun 1600 dan 1750. Zaman ini berlangsung sesudah Zaman Renaisans dan sebelum Zaman Klasik. Sebenarnya, kata "Barok" itu berarti "Mutiara Yang Tidak Berbentuk Wajar", sangat pas dengan seni dan perancangan bangunan pada era ini; kemudian kata ini juga dipakai untuk jenis musik itu. Beberapa komponis Zaman Barok adalah Claudio Monteverdi, Henry Purcell, Johann Sebastian Bach, Jean-Philippe Rameau, George Frideric Handel, dan Antonio Vivaldi. Pada zaman tersebut, piano belum ditemukan, dan komposisi dikarang untuk hapsicord. Partitur musik di zaman Barok ditandai dengan tidak adanya iringan atau polifoni. Karya JS Bach untuk hapsicord lazim mempunyai dua melodi atau lebih untuk tangan kanan dan tangan kiri. Musik Barok lazimnya hanya mencerminkan satu jenis emosi saja. Dibanding dengan Musik Klasik dan Romantik, musik Barok jarang mempunyai modulasi atau rubato. Untuk komposisi piano, pedal jarang digunakan saat memainkan musik Barok. SEJARAH MUSIK ZAMAN BAROK Sejarah Musik Zaman Barok (1600-1750) Istilah Barok diambil dari bahasa Portugis, “Barococo” yang berarti mutiara. Istilah ini sebenarnya tidak digunakan pada waktu itu. Istilah Barok hanya digunakan untuk memberi identitas bagi sebuah masa perkembangkan pada masa tahun 1600-an hingga tahun 1750-an yang tidak ada ciri dramatis dibandingkan dengan masa sebelumnya. Namun, seperti halnya bidang bidang seni lain, suatu masa baru muncul setelah terjadi tarik menarik gaya antara kaum konservatif yang ingin mempertahankan estetika music lama dengan kaum pembaharuan yang inovatif. Awalnya gaya music zaman Barok dikritik sebagai music yang harmoninya kurang jelas, kehilangan bentuk normal, eksentrik (berlebihan), kurang bermutu, bahkan dekade (merosot). Namun, karena perkembangan dasar estetika yang baru, gaya music Barok semakin dinilai secara positif. Gaya music zaman Barok memang tidak jelas, berbelit, dan bombastis. Namun hidup, lancar, lincah, dan penuh perasaan sehingga sangat cocok untuk penyajian opera yang saat itu mulai pupuler. Nada penghias dimanfaatkan secara optimal sehingga menghasilkan sajian yang dinamis. Keras lemahnya nada disajikan dengan jelas. Selain bertambah jumlahnya, alat music juga semakin tinggi mutu suaranya. Selain alat yang sama dengan masa Resaisans yang berkembang di lingkungan istana, alat music rakyat juga mulai berkembang, misalnya oktavgeige (biola sederhana), drehleier (alat music gesek dengan dawai bordun), gitar, hackbett (sejenis sitar), maultrommer, pikolo, rekorder, shalmei (mirip clarinet), gendering, castagnet, xilopon, dan lonceng kecil. Selain itu berkembang pula alat music tiup baru, seperti prommer, fagot, dan raket yang kemudian lenyap, kecuali obo dan clarinet. Pada masa music Barok juga mulai diperkenalkan system tangga nada mayor dan minor. Bentuk sajian music yang tumbuh pada masa itu adalah lagu instrumentalia dengan cerita sejenis opera (suita), permainan instrumentalia (sonata), hidangna music yang sifatnya agung (cantata), dan sajian music orkes simfoni yang diselingi permainan solo (concerto). Komponis besar pada zaman ini adalah Johann Sebastian Bach (1685-1750) dan George Friederic Handel (1685-1759). Kemajuan musik pada zaman pertengahan ditandai dengan munculnya aliran-aliran musik baru, diantaranya adalah aliran Barok dan Rokoko. Kedua aliran ini hampir sama sifatnya, yaitu adanya pemakaian Ornamentik (hiasan musik). Perbedaanya adalah bahwa musik Barok memakai Ornamentik yang diserahkan pada Improvisasi spontan oleh pemain, sedangkan pada musik Rokoko semua hiasan Ornamentik dicatat. Pada zaman ini sangat banyak komposer dan pemain musik yang bekerjasama untuk memajukan musik. Mereka membuat perubahan pada notasi musik dan menciptakan terobosan baru dalam memainkan instrumen musik. Zaman ini juga merupakan tonggak dari terciptanya dan diakuinya musik dalam opera. Banyak sekali teknik musik dan kon
Musik Barok adalah musik klasik yang digubah pada Zaman Barok (Baroque), kira-kira antara tahun 1600 dan 1750. Zaman ini berlangsung sesudah Zaman Renaisans dan sebelum Zaman Klasik. Kata "Barok (Baroque)" diambil dari bahasa Prancis yang berarti "berbentuk tidak wajar" dan awalnya digunakan untuk mendeskripsikan bentuk mutiara. Lambat laun, kata tersebut digunakan untuk mendeskripsikan gaya arsitektur, seni, dan musik yang dipenuhi dengan ornamen.
Beberapa komponis Zaman Barok adalah Claudio Monteverdi, Henry Purcell, Johann Sebastian Bach, Jean Philippe Rameau, George Frideric Handel, dan Antonio Vivaldi.
Komposisi musik mulai dibuat di dalam tangga nada tertentu pada Musik Barok, dan cara penulisan musik ini tetap digunakan dalam komposisi musik populer. Musisi pada zaman ini diharapkan mahir dalam berimprovisasi baik pada melodi maupun iringan lagu.
Musik pada Zaman Barok dipenuhi banyak ornamentasi. Melodi dan frasa lagu-lagu barok memiliki tema yang jelas, seperti pada Four Seasons (Empat Musim) karya Antonio Vivaldi. Biasanya, ada alur yang berkelanjutan pada musik Barok, dengan pola dan urutan yang berulang, serta frasa melodi dan irama yang bergabung sempurna dengan satu sama lain. Musik Barok dipenuhi dengan tekstur polifonis, yakni adanya dua atau lebih alur melodi yang berjalan bersamaan. Meski demikian, bukan berarti tidak ada musik homofonis pada Zaman Barok; lagu-lagu tersebut biasanya memiliki harmoni yang sederhana.
Alat musik piano belum diciptakan pada zaman ini. Alat musik keyboard yang lazim digunakan adalah harpsichord yang belum memiliki kemampuan untuk menciptakan dinamika yang beragam. Akibatnya, komposisi untuk alat musik keyboard pada Musik Barok hanya dimainkan pada satu tingkat volume, maka jarang ditemukan perubahan dinamika pada komposisinya. Kalaupun ada, perubahan dinamika berlangsung tiba-tiba, tanpa crescendo ataupun diminuendo. Jarak (range) nada dari permainan musik Barok juga pendek akibat penggunaan alat musik harpsichord, jika dibandingkan dengan Musik Klasik dan Romantik. Jarak umumnya hanya dua oktaf ke atas dan ke bawah dari middle C. Pedal sustain juga belum ada pada harpsichord, sehingga pedal jarang digunakan saat memainkan Musik Barok di piano.
Hal-hal tersebut mengakibatkan Musik Barok sering kali dikatakan hanya memiliki satu emosi di dalam lagunya.
Kata ‘Barok’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti antara lain: ciri-ciri tertentu oleh tokoh drama (seperti agung), gaya dalam seni bangunan dan hiasan, atau bentuk mutiara yang tidak beraturan.[1] Barok merupakan kata yang diserap dari bahasa Prancis ‘baroque’ yang memiliki akar dari bahasa Portugis ‘barroco’ dan bahasa Spanyol ‘barrueco’ dan pada abad ke-17 sampai awal abad ke-18 memiliki arti ‘bentuk tidak wajar’ atau tidak berbentuk sferis seperti umumnya mutiara.[2][3] Ahli musikologi Donald Jay Grout dan kolega menyatakan bahwa istilah barok dipakai oleh penulis Charles de Brosses sebagai kritik terhadap dekorasi di Istana Pamphili Roma yang lebih layak digunakan untuk dekorasi peralatan makan daripada sebuah bangunan.[3] Barok mulai digunakan dengan makna lebih positif pada abad ke-19 dan mulai tahun 1950-an barok digunakan untuk merujuk pada perkembangan musik antara tahun 1600 sampai 1750.[3]
Barok tidak dibatasi penggunaannya pada seni musik saja. Jenis seni lainnya seperti lukis, pahat dan termasuk juga arsitektur, istilah barok digunakan sebagai seni yang pada saat itu dikaitkan dengan gerakan reformasi kontra Gereja Katolik.[4] Tema-tema yang diangkat seni barok memiliki kesan dramatis dan melebih-lebihkan. Tema ini dipakai dalam seni teater/sandiwara yang ditulis oleh William Shakespeare, Jean Racine, Lope de Vega dan penulis komedi Jean Baptiste Poquelin.[5] Dalam seni arsitektur, garis lurus acapkali diganti dengan garis lengkung dan ornamen bangunan menjadi lebih menonjol. Karakteristik barok dalam bangunan dan seni lukis memberikan ruang untuk kesan angkuh, mahakuasa, besar, kaya, dan subur/atraktif.[6]
Perdebatan muncul untuk menentukan periode transisi antara musik era Barok dengan era Klasik. Periode transisi tersebut dikenal dengan musik gaya rococo atau gallant. Periode ini bisa digabung menjadi salah satu dari dua era musik di atas atau sebagai periode musik tersendiri. Profesor dari Akademi Musik Norwegia, Elef Nesheim menjabarkan:
“Transisi era musik barok menjadi musik klasik sering kali disepakati pada tahun 1750, yaitu tahun ketika J.S. Bach meninggal. Akan tetapi transisi gaya tersebut tidak bisa ditentukan pada tahun yang spesifik. Tahun 1750 dipilih hanya untuk menjadi ‘tahun rata-rata’ - pun agar lebih mudah diingat. Pada dasarnya, perubahan gaya baru telah dimulai sejak awal abad ke-18”
Selama era barok, perkembangan baru musik bermula di Italia dan membutuhkan waktu 20 tahun sampai pada akhirnya diadopsi oleh praktisi musik klasik barat lainnya di Eropa. Sebagai contoh, komposer dari Italia berganti gaya musik galant pada tahun 1730, sementara komposer dari Jerman seperti Johann Sebastian Bach masih banyak menulis musiknya dengan gaya barok sampai tahun 1750.[7]
Selama era Renaisans, banyak ilmu pengetahuan dan seni dalam bahasa Yunani yang kembali dikenalkan di Eropa dan ditransliterasi menjadi bahasa Latin. Pada awal abad ke-17, revolusi ilmiah bermula di Eropa melalui tokoh-tokoh seperti Johannes Kepler, Galileo Galilei, René Descartes, dan lainnya. Berbeda dengan era sebelumnya, ilmu pengetahuan mulai didasari dengan penjelasan dan pengamatan di alam daripada pemikiran filosofis yang abstrak. Perkembangan ilmiah yang signifikan juga memunculkan ide tentang ‘penilaian kembali’ status dari otoritas Gereja Katolik. Seorang filsuf Inggris bernama Thomas Hobbes dalam bukunya Leviathan (1651), mengemukakan bahwa sistem pemerintahan yang paling baik adalah negara yang otonom dan bebas ketika Inggris pada saat itu mulai muncul kelompok politik yang memperkenalkan demokrasi dan persamaan hak kepada rakyat Inggris. Konflik antara Gerakan Reformis (Protestanisme) dengan Gereja Katolik terus berlangsung pada abad ke-17 dan memunculkan peristiwa-peristiwa penting diantaranya Perang Tiga Puluh Tahun antara kelompok Katolik dan Lutheran di wilayah Kekaisaran Romawi Suci, pertempuran melawan Huguenots di Prancis, termasuk juga Perang Saudara Inggris. Konflik-konflik tersebut dianggap tampak sebagai konflik keagamaan sebagai salah satu motif selain persaingan antara Dinasti Habsburg dan kekuatan lainnya di Perang Tiga Puluh Tahun atau persaingan antara Parlemen dengan Raja Inggris di Perang Saudara Inggris.[8]
Ciri yang menonjol dari seni Barok adalah fokus penggambaran terhadap drama. Kesenian era Renaisans apabila dikarakterisasi dari sudut pandang seni Yunani menunjukkan sifat tenang dan statis, namun pada era Barok, sifat emosional dan dinamis menjadi fokus karakter seninya. Sifat serupa juga ditemui dalam musik era Barok. Salah satu bentuk seni baru musik era Barok, seperti opera mengkombinasikan teater dan musik menjadi kesenian baru di Eropa. Makna emosi manusia saat itu dianggap sebagai kondisi statis suatu jiwa. Kemudian, emosi itu diangkat oleh sebuah kombinasi ruh dalam jiwa (perbedaan makna ruh dengan jiwa memiliki perspektif rohani seperti dalam kitab suci seperti Injil, Al-Qur’an dan kitab lainnya). Komposer dalam musik Barok tidak mengekspresikan emosi pribadinya, tetapi mencoba menemukan keseimbangan antara ruh dalam jiwa melalui pengaruh komposisi melodi terhadap perubahan emosi.[8]
Kelompok Florentine Camerata yang terdiri dari musisi, penulis puisi, humanis dan intelektual pada akhir era renaisans di Firenze berkumpul untuk mendiskusikan dan memandu tren seni terutama musik dan drama. Berkenaan dengan musik, mereka mendasari pemikiran mereka atas persepsi drama musik Yunani kuno yang menitikberatkan pada pertukaran ide dan pidato.[9] Karena itu, mereka menolak pemakaian polifoni dan musik instrumental yang biasa ditemui saat itu.[10] Sementara mereka membahas musik Yunani kuno seperti monodia yang terdiri dari nyanyian solo ditemani dengan kithara (alat musik kuno menggunakan senar yang dipetik).[10] Kesadaran terhadap ide-ide tersebut termasuk karya Jacopo Peri seperti Dafne dan L’Euridice menandakan permulaan seni opera.[11] Opera kemudian menjadi pemicu atau katalis musik barok.[12]
Perkembangan teori musik seperti pemakaian figured bass (jenis notasi musik) menunjukan semakin berkembangnya peran harmoni sebagai dasar polifoni.[13] Harmoni adalah hasil akhir dari kontrapung sedangkan figured bass adalah gambaran visual dari harmoni tersebut, dan keduanya menjadi semakin sering digunakan dalam penampilan musik. Pemakaian figured bass membuat angka, tanda kromatis atau simbol berada di atas bassline (nada rendah pada instrumen) yang dibaca oleh pemain harpsichord, pipa organ, atau kecapi. Angka, tanda kromatis atau simbol mengindikasikan jenis interval yang dimainkan di atas nada bas kepada pemain. Kemudian pemain bisa melakukan improvisasi akor di setiap nada bas.[14] Komposer mulai memikirkan rangkaian akor atau harmonic progression,[15] dan menggunakan tritone yang dirasakan sebagai interval yang tidak stabil, untuk membuat disonansi.[16]
Claudio Monteverdi menggunakan aspek baru dalam komposisi untuk membawa lebih jauh transisi antara musik era renaisans dengan barok. Dia mengembangkan dua gaya komposisi yaitu warisan polifoni renaisans (dikenal dengan prima pratica) dan teknik barok baru basso continuo (seconda pratica). Sekelompok musisi bisa memainkan bassline dan akor yang menjadi iringan melodi dengan basso continuo. Kelompok ini bisa memakai satu atau lebih pemain keyboard dan seorang pemain kecapi yang memainkan nada bas serta berimprovisasi akor bersama instrumen bas (seperti bass viol, selo, dan kontrabas). Gaya Venesia dibawa oleh Heinrich Schütz yang memiliki gaya tersendiri juga berevolusi pada periode selanjutnya.
Tumbuhnya sentralisasi pemerintahan merupakan salah satu fitur ekonomis dan politis dari absolutisme yang dipersonifikasikan oleh Raja Louis XIV dari Prancis. Gaya bangunan istana, tata krama di pemerintahan dan kesenian yang diasuh olehnya menjadi model bagi seluruh Eropa. Berkembangnya patronasi gereja dan negara membuat permintaan akan musik umum yang terorganisasi serta bertambahnya ketersediaan alat musik menciptakan kesempatan bermusik bagi kelompok kecil musisi meski hanya suatu ruangan (biasanya dalam ruang yang relatif kecil seperti musik kamar).[17]
Jean-Baptiste Lully adalah salah satu komposer ulung di lingkungan kerajaan. Lully membeli paten dari kerajaan agar menjadi satu-satunya komposer bagi Raja Prancis dan mencegah orang lain mementaskan opera. Achille et Polyxène merupakan lirik tragedi yang terinspirasi dari wiracarita Homer (atau Homeros) yaitu Ilias merupakan opera musik menggunakan orkestrasi dari Lully sebelum akhirnya dilanjutkan oleh Pascal Collasse setelah Lully meninggal. Secara musikal, Lully tidak menetapkan aturan orkestra yang didominasi oleh alat musik senar. Kebiasaan atau norma tersebut berasal dari opera italia dan karakter dari Les Vingt-quatre Violons du Roi (ensambel musik yang terdiri dari biola, biola alto, biola tenor, biola tenor-rendah, dan selo) telah lama dipakai dalam balet oleh Louis XIII. Meskipun demikian, Lully adalah komposer yang memperkenalkan ensambel ini ke opera dengan ditambah recorder, suling, obo, dan fagot (alat musik tiup dengan suara bas). Trompet dan timpani juga sering dipakai ketika adegan heroik.
Periode pertengahan musik barok di Italia ditandai dengan munculnya gaya vokal cantata, oratorio, dan opera selama 1630-an termasuk sebuah konsep baru melodi dan harmoni yang mengangkat status musik menjadi setara dengan perkataan (sebelumnya perkataan/kata-kata dianggap lebih unggul). Nyanyian atau lagu (lebih tepatnya monody atau monodi) yang memiliki warna atau kesan berlebihan pada periode awal musik barok menuntun jalan kepada gaya melodi yang lebih halus dan sederhana. Melodi ini dibangun dari ide-ide pendek yang terbatas serta teratur dan sering kali berdasarkan pada pola tarian bergaya yang diambil dari sarabande atau courante. Harmoni mungkin juga lebih sederhana dibandingkan daripada monodi saat periode awal barok untuk menunjukkan ekspresi secara lebih ringan di senar dan nada lebih panjang akan menimbulkan crescendo (semakin lama semakin keras) dan diminuendos (semakin berkurang). Garis bas yang menyertainya lebih terintegrasi dengan melodi, menghasilkan kesetaraan kontrapuntal (adjektiva dari kata kontrapung yang berarti gaya musik bersahut-sahutan) dari bagian-bagian yang kemudian mengarah pada teknik antisipasi bas awal dari melodi arias atau aria. Penyederhanaan harmonik ini juga melahirkan teknik formal baru untuk membedakan resitasi (bagian opera yang bisa diucapkan dengan ritme seperti pidato biasa/tanpa melodi) dengan aria (nyanyian melodi sendu dan penuh perasaan pada opera). Inovator penting dari gaya ini adalah Luigi Rossi dan Giacomo Carissimi masing-masing merupakan komposer cantata dan oratorio serta Francesco Cavalli dari Venesia yang pada dasarnya adalah komposer opera. Kemudian praktisi penting dari gaya ini antara lain Antonio Cesti, Giovanni Legrenzi, dan Alessandro Stradella.[7] Arcangelo Corelli dikenang sebagai figur berpengaruh atas pencapaiannya di sisi lain teknik musik yaitu sebagai pemain biola yang mengorganisasi teknik biola dan teknik pembelajaran biola.[18] Corelli juga dikenang atas promosi dan usahanya mengembangkan concerto grosso.[18] Sementara Lully membatasi diri di lingkungan kerajaan, Corelli adalah salah satu komposer pertama yang mempublikasikan musiknya secara luas dan bahkan komposisinya dimainkan di seluruh Eropa. Serupa dengan gaya dan organisasi operasi oleh Lully, concerto grosso dibangun di atas kontras yang kuat secara bergantian yaitu ada bagian yang dimainkan oleh keseluruhan orkestra dan ada yang dimainkan oleh kelompok lebih kecil secara bergantian.[18]
aransemen untuk biola dan organ direalisasikan menggunakan synthesizer oleh Jeffrey C. Hall
Dietrich Buxtehude berbeda dengan komposer lainnya karena dia adalah seorang musisi gereja yang menjabat sebagai mandor (bahasa Jerman: Werkmeister) dan pemain organ dari Marienkirche atau Gereja Santa Maria di Lübeck. Tugasnya sebagai mandor meliputi bertindak sebagai sekretaris, bendahara, dan manajer bisnis gereja. Sementara posisinya sebagai organis untuk bermain dalam kebaktian terkadang bersama dengan instrumentalis dan vokalis lain yang dibayar oleh gereja. Sepenuhnya di luar tugas gereja resminya, Buxtehude mengorganisasi dan mengarahkan sebuah seri konser yang dikenal dengan Abendmusik (bahasa Jerman yang berarti ‘musik malam’), termasuk pertunjukan drama suci dramatis yang dianggap orang-orang saat itu setara dengan opera.[19] Buxtehude aktif di Jerman Utara yang didominasi Protestan sementara Johann Pachelbel sangat aktif di Nuremberg, Jerman Selatan yang didominasi Katolik. Musik organnya terinspirasi oleh musik Italia, tetapi pada saat yang sama juga gaya organ Jerman Selatan yang melodis dengan harmoni yang lembut dan melodi yang dapat dinyanyikan. Penekanan Pachelbel terletak pada toccatas dan fantasi, tetapi ia juga menulis musik kamar, termasuk yang terkenal Cannon in D .
Transisi antara periode akhir dengan pertengahan musik barok tidak didasari pada perubahan generasi musisi seperti pada era musik Romantis atau pembagian era musik lainnya, tetapi lebih berlandaskan dari segi musikalitas yang terjadi. Alat musik berkembang menjadi lebih maju pada peralihan abad ke-16 yang berpengaruh besar dalam perkembangan musik pada era berikutnya.[20] Concerto menjadi jenis musik populer yang dikembangkan oleh Tomaso Albinoni dan Antonio Vivaldi. Sonata diperkenalkan di negara-negara berbahasa Jerman dan musikalitas vokal di gereja semakin menyerupai opera, seperti yang terjadi di Italia beberapa tahun lebih awal sebelumnya.
Seluruhnya dimainkan oleh ansambel Wichita Symphony Orchestra
Opera berkembang ke arah yang bertema serius dan sering kali tragis dengan lebih sedikit tarian. Aksi musikal kembali muncul di tengah opera. Sementara penikmat opera Inggris kebanyakan menikmati opera yang ditulis orang Italia, opera Prancis masih berkutat dengan opera yang ditulis Lully dan penerusnya seperti kebanyakan orang meniru gaya Lully. Inggris menerima opera pertama yang ditulis oleh Handel pada tahun 1771 dan mendominasi Inggris selama 20 tahun yang akan datang. Prancis yang masih memakai gaya opera Lully baru mulai berkembang pada tahun 1730-an melalui opera yang ditulis Jean-Philippe Rameau.
Italia dianggap sebagai tempat concerto dan sonata dimulai dan Prancis mendominasi jenis musik suite, akan tetapi musik yang ditulis komposer Jerman mulai menjadi dominan dalam perkembangan musik instrumental terutama di Jerman dan Inggris. Alasannya adalah komposer Jerman memiliki tradisi untuk mengambil inspirasi dan mengembangkan gaya musik yang terdengar familiar di Italia, Inggris, Prancis, dan Belanda. Selain itu, mereka juga mengembangkan gaya tersendiri dan gaya baru musik keyboard Belanda dan Inggris, polifoni di wilayah Flandria (wilayah utara Belgia yang berbahasa Belanda-Belgia), musik harpsichord, termasuk juga motet, dan suite yang dimainkan orkestra.[21] Komposer Jerman yang pada awalnya mengambil inspirasi dari negara-negara tetangga kemudian menjadi pengaruh besar di dunia musik barat sampai sekarang seperti Georg Philipp Telemann, Georg Friedrich Händel dan Johann Sebastian Bach. Pada saat yang sama dengan kepopuleran musik Händel dan Bach, konser publik dan patron kelas menengah mulai mengganti polifoni kompleks menjadi homofoni yang simpel. Telemann beradaptasi dengan selera musik saat itu dengan cara memilih musik yang lebih sederhana dibandingkan Bach. Telemann juga memulai transisi periode musik Barok menjadi musik Gallant/Rococo dan musik Klasik.
Tempo adalah sesuatu yang wajib diperhitungkan dalam menggubah suatu musik. Tempo dapat membuat suatu musik menjadi indah atau bahkan terdengar berantakan. Lalu, apa sebenarnya tempo itu?
Tempo erat kaitanya dengan cepat atau lambatnya suatu musik yang disajikan. Komponen musik yang satu ini cukup penting bagi seorang musisi agar dapat menciptakan suatu harmoni.
Mengutip buku "Seni Budaya SMA/MA Kelas 10 oleh Jelly Eko Purnomo, tempo adalah durasi kecepatan birama lagu. Semakin cepat suatu lagu dimainkan, semakin besar pula nilai tempo dari lagu tersebut.
Menurut "Kamus Musik" oleh Pono Banoe, tempo berarti waktu, kecepatan dalam ukuran langkah tertentu. Sementara menurut Allen Winold dalam bukunya berjudul "Introduction to Music Theory" mengatakan bahwa tempo adalah kecepatan irama atau beat di dalam musik.
Tempo umumnya ditulis dalam notasi balok dan angka dalam hitungan beat per minute (BPM) yang terletak di atas sebelah kiri lagu.
Beat yaitu ketukan dasar yang menunjukan banyaknya ketukan dalam satu menit. Misalnya, sebuah lagu memiliki beat MM80, artinya dalam satu menit terdapat 80 ketukan. MM adalah singkatan dari Metronome Malze. Metronome adalah alat pengukur tempo. Sedangkan Malze diambil dari nama pencipta alat ini.
Terdapat beberapa macam tempo yang digunakan dalam menggubah suatu musik yang dikelompokan menjadi tempo pelan, tempo sedang, dan tempo cepat.
Mengutip modul mata kuliah "Teori Dasar Musik" oleh Berlian Denada, tempo pelan atau slow tempos memiliki kecapatan antara 58-63 langkah/beat setip menit. Adapun yang termasuk tempo pelan yaitu largo, leto, adagio, dan grave.
Tempo sedang atau moderate tempos memiliki kecepatan antara 88-96 langkah/beat setiap menit. Yang termasuk dalam tempo sedang adalah adante dan moderato.
Sedangkan, tempo cepat atau fast tempos memiliki kecapatan di atas 100 langkah/beat setiap menit.
Tanda Tempo Perubahan
Musik pada dasarnya merupakan bunyi yang diungkapkan lewat irama yang teratur dan melodi yang indah. Selain tempo, musik terbentuk dari beberapa unsur lainnya, yaitu:
Melodi adalah rangkaian sejumlah bunyi atau nada, yang ditanggapi berdasarkan perbedaan tinggi rendah atau naik turunnya. Unsur ini tediri dari durasi, pitch, dan tone.
Birama adalah ketukan berulang secara teratur dalam waktu yang sama, yang biasanya ditulis dalam angka pecahan, seperti 2/4, 3/4, 2/3, dan seterusnya. Angka di atas "/" (pembilang) menunjukan jumlah ketukan. Sementara angka di bawahnya (penyebut) menunjukan nilai nada dalam satu ketukan.
Birama dengan nilai penyebut genap dinamakan birama bainar, sedangkan birama dengan penyebut ganjil disebut birama ternair.
Harmoni berhubungan dengan keselarasan bunyi. Unsur ini meliputi peranan, susunan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan bentuk secara keseluruhan. Harmoni memiliki elemen interval dan akor.
Tangga nada adalah urutan atau deret nada yang disusun secara berjenjang. Antara nada satu dengan lainnya terdapat jarak tertentu yang menentukan kemungkinan variasi nada dan jenis tangga nada.
Timbre diartikan sebagai warna bunyi atau kualitas bunyi yang membedakan kesan. Timbre alat musik tergantung dari sumber bunyi dan cara bergetarnya. Timbre alat musik petik dan alat musik pukul akan berbeda, meskipun keduanya memainkan nada yang sama.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), irama adalah gerakan berturut-turut secara teratur; turun naik lagu (bunyi dan sebagainya) yang beraturan atau alunan yang terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada.
Dalam sebuah musik, ada beberapa unsur dalam seni musik. Ada melodi, birama, ritme, harmoni, dan banyak lagi yang bersama-sama menciptakan karya yang harmonis dan menawan.
Di antara unsur-unsur tersebut, birama memegang peranan penting dalam menentukan pola ketukan atau irama dalam sebuah komposisi musik.
Lantas, apa sebenarnya birama itu? Simak penjelasan selengkapnya pada artikel di bawah ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari buku Sense Of Music Dalam Pendidikan Seni oleh Jaka Nugraha, birama adalah salah satu unsur seni musik yang berupa ketukan atau ayunan berulang-ulang, datang secara teratur dalam waktu yang sama.
Menurut buku Konsep Dasar Seni Musik oleh Andika Ahmad, dalam notasi balok (musik), birama adalah bagian/segmen dari suatu baris melodi, yang menunjukkan berapa ketukan dalam bagian nada tersebut dan umumnya dibatasi oleh garis birama.
Sedangkan menurut buku Kursus Kilat Belajar Piano Dan Keyboard, birama adalah pembagian nilai-nilai not yang merupakan realisasi dari rtime atau irama yang dibatasi dengan garis birama. Sederhananya, birama adalah ketukan yang datang secara berulang-ulang dengan teratur.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa birama adalah suatu unsur dalam seni musik yang menunjukkan ketukan atau ayunan berulang-ulang yang datang secara teratur dalam waktu yang sama.
Secara lebih umum, birama dapat dianggap sebagai pembagian nilai-not dalam realisasi waktu atau irama, yang dibatasi oleh garis birama.
Adapun beberapa unsur yang menyusun suatu birama, yakni:
Dikutip dari buku Konsep Dasar Seni Musik oleh Andika Ahmad, berikut ini adalah jenis-jenis birama.
Birama 4/4 merupakan pola birama yang paling umum dipakai dalam beragam jenis musik.
Dalam birama ini, tiap birama terdiri dari empat hitungan, dan setiap hitungan memiliki nilai seperempat atau empat not seperempat.
Artinya, di setiap garis pembatas (1 birama), terdapat empat ketukan dengan urutan hitungan 1, 2, 3, dan 4.
Contoh lagu yang menggunakan birama 4/4 meliputi "Indonesia Raya" karya W.R. Supratman, "Kupu-kupu" karya Ibu Sud, dan "Bintang Kecil" karya Pak Daljono.
Tanda birama 3/4, yang sering disebut sebagai tempo waltz, menunjukkan bahwa setiap birama terdiri dari tiga hitungan, dan setiap hitungan bernilai seperempat atau memiliki tiga not seperempat dalam setiap birama.
Jika Anda ingin membuat musik dengan nuansa waltz, disarankan untuk menggunakan tanda birama 3/4. Artinya, di setiap garis pembatas (1 birama), ada tiga ketukan dengan urutan hitungan 1, 2, dan 3.
Contoh lagu Nusantara yang menggunakan birama 3/4 meliputi "Burung Tantina" dari Maluku, "Burung Kakatua" dari Maluku, dan "Lisoi" dari Tapanuli.
Tanda birama 2/4 menandakan bahwa setiap birama memiliki dua hitungan, yang setiap hitungannya bernilai seperempat atau memiliki dua not seperempat dalam setiap birama.
Dengan kata lain, di setiap garis pembatas (1 birama), terdapat dua ketukan dengan urutan hitungan 1 dan 2.
Beberapa contoh lagu Nusantara yang menggunakan birama 2/4 melibatkan "Hari Merdeka," "Cik Cik Periok" dari Kalimantan Barat, "Ampar-Ampar Pisang" dari Kalimantan Selatan, dan "Manuk Dadali" dari Jawa Barat.
Tanda birama 6/8 menunjukkan bahwa setiap birama terdiri dari enam hitungan, dengan masing-masing hitungan bernilai seperdelapan atau terdapat enam not 1/8 sebagai patokan tempo.
Dengan kata lain, di setiap garis pembatas yang disebut sebagai 1 birama, terdapat enam ketukan dengan urutan hitungan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
Beberapa contoh lagu yang menggunakan birama 6/8 mencakup "Desaku yang Kucinta" karya L. Manik, "Komedi Putar" karya A.T Mahmud, dan "Indah Indah" karya A.T Mahmud.
Demikian penjelasan mengenai birama dalam musik. Birama adalah pola ketukan dalam musik yang dibatasi oleh garis birama. Semoga bermanfaat untuk detikers!